To be Yourself is All That You Can do

LUPUS, Si Gokil Yang Jago Ngocol itu..

Pada Hari : | Jam : 1:53 PM

13431802911441340561

***

Dengan kaku, Lupus mengeluarkan tip dan secarik kertas yang berisi daftar pertanyaan. Evita tergelitik untuk melirik apa yang tertulis di balik daftar pertanyaan. Maka dengan sedikit paksa, dia merebut secarik kertas itu.

“Lihat deh. Boleh kan?”

“Eh, jangan…,” Lupus kaget, tapi Evita sudah merebutnya. “Itu daftar pertanyaan kok. Saya bikin supaya nggak lupa. Soalnya terus terang, saya kalo lagi grogi suka lupa apa yang mau ditanya. Balikin dong…”

Evita cuek. Sambil mengernyitkan kening membaca kertas itu. Lalu senyam-senyum sendiri. Lupus jadi curiga.

“Kamu mau wawancara atau mau belanja? Kok isinya ada ikan asin satu kilo, cabe rawit tiga biji, jengkol sepuluh biji, permen karet…”

Lupus langsung merebut dan membacanya. Oh, God! Ternyata dia salah keluarin. Itu catatan belanja yang dititipkan ibunya tadi pagi. Dengan wajah kayak traffic light: merah kuning, ijo, dia buru-buru mengantonginya. Diganti secarik kertas yang lain. Yang isinya beneran daftar pertanyaan.


***

Itulah sepenggal kisah yang di kutip dari cerita berjudul Evita Fanny di halaman 33 dari novel Lupus seri Cinta Olimpiade (PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993). Cinta Olimpiade adalah salah satu novel dari lima novel Lupus yang sedang di-retouch oleh Hilman Hariwijaya.

Buat Anda yang hidup di era 80-an dan 90-an, pasti mengenal jagoan ngocol bernama Lupus. Lupus adalah tokoh imajiner, seorang siswa SMA Merah Putih yang doyan makan permen karet dan punya rambut mirip John Taylor (anggota band Duran-Duran).

Novel Lupus sangat laris bak kacang goreng. Namun, istilah kacang goreng di sini bukan berarti novelnya cemen. Justru kisah-kisah Lupus sangat membumi. Semua remaja seakan mengalami apa yang dialami oleh tokoh imajiner berambut jambul ini. Gaya bahasa yang kocak menjadi trend saat itu, termasuk gaya berpakaian: kaos plus kemeja lengan panjang yang lengannya  digulung dan tidak kancing.

Novel fiksi serial Lupus ini berawal dari sebuah sisipan di majalah HAI pada 1986. Ada beberapa cerita di dalam sisipan itu. Salah satunya Tangkaplah Daku Kau Kujitak. Waktu itu, dari judulnya saja bikin kita tersenyum. Kebetulan inspirasi judul ini didapat dari film yang saat itu memang booming, yakni Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1986), yang dibintangi Dedy Mizwar dan Lidya Kandau.

Ternyata cerpen sisipan tentang Lupus di majalah HAI ini mendapat sambutan yang luar biasa dari pembaca. Tak heran, sejak itu, Lupus dijadikan serial tetap di majalah yang saat itu masih bermarkas di jalan Palmerah, Jakarta Barat. Baru setelah itu, PT. Gramedia Pustaka Utama (GPU) membukukan kisah Lupus, dan Tangkaplah Daku Kau Kujitak menjadi novel serial Lupus pertama, yang diterbitkan pertama kali Desember 1986.

Sudah diduga, novel serial pertama Lupus yang awalnya dicetak cuma 5000 eksemplar, ludes terjual. Tak heran, GPU tak segan-segan  mencetak ulang novel tersebut hingga beberapa kali. Selain itu, penerbit ini juga mencetak novel-novel Lupus selanjutnya. Mulai dari  Tangkaplah Daku Kau Kujitak, Mahkluk Manis Dalam Bis, Cinta Olimpiade, Tragedi Sinemata, maupun Topi-Topi Centil. Bukan cuma serial Lupus yang sudah SMA, tetapi Hilman membuat serial Lupus Kecil dan kisah Lupus sewaktu SMP di serial Lupus ABG. Total novel-novelnya terjual jutaan eksemplar. Gara-gara Lupus, Hilman menjadi salah seorang penulis muda sukses.

Kesuksesan itu membuat Hilman diidentikan dengan sosok Lupus yang konyol atau kata anak sekarang gokil. Hilman adalah Lupus, Lupus adalah Hilman. Ia pun dijuluki sebagai ‘Si Jago Ngocol Se-Indonesia’. Padahal, dalam kesehariannya, ia mengaku bertolak belakang dengan tokoh Lupus. Pria yang sempat tergabung dengan komunitas menulis High Club ini adalah sosok pendiam dan bertampang serius. Justru lewat Lupus, ia bisa mengeksplorasi kegilaan dan kejahilannya.

Hilman merupakan penulis muda produktif. Di tengah-tengah kesibukannya menjadi karyawan di Indosiar saat itu -ia masuk Indosiar pada Maret 1993 sebagai script supervisor-, ia menulis beberapa novel. Selain novel serial Lupus, ia juga menulis sejumlah novel remaja yang tak kalah hebat, yakni Olga (1990), Sohib Gaib (1992), SMA Elite (1993), Mimpi Full Colour (1998), Reformasi Damai (1998), Napak Tilas Para Hantu (1992), Sidang Para Hantu (1994), Kenduri Karet (1994), Buaya-Buaya Geologi (1995), Kleptomania (1998), dan masih banyak lagi.

Setelah keluar dari Indosiar sebagai Drama Producer pada 2005, Hilman menjadi penulis skenario sinetron. Cinta Fitri adalah sinetron garapan Hilman. Selain itu, Melati untuk Marvel, Arti Sahabat, dan beberapa sinetron lain. “Sekarang yang lagi tayang sinetron Kami Bukan Malaikat dan Saranghae,” jelas pria yang sedang sibuk tengah mempersiapkan beberapa judul sinetron lain ini.




Sumber